Popular Posts

Monday

Kenaikan Harga BBM Akan Tambah Beban Masyarakat

Fraksi PDIP (F-PDIP) DPR menolak rencana kenaikan BBM pada Oktober mendatang, sebab, selain kehidupan ekonomi rakyat sulit dan memprihatinkan, pemerintah juga belum menyelesaikan audit Pertamina sebagaimana diamanatkan UU No. 36 tentang APBN 2005. Bahkan pemerintah juga belum sungguh-sungguh menunjukkan kinerja ekonomi yang memadai dalam menggali dan meningkatkan pendapatan negara dari sumber-sumber potensial ekonomi.
"Sejak kenaikan BBM Maret 2005 lalu pemerintah belum menunjukkan kinerja konkret dalam mengatasi dampak laju inflasi akibat kenaikan BBM yang makin memberatkan penderitaan rakyat, karena harga-harga kebutuhan pokok terus melonjak naik. Kenaikan BBM itu juga tidak sejalan dengan janji-janji SBY-JK untuk tidak menghapus subsidi BBM untuk menutup defisit APBN 2005," ujar Wakil Ketua Fraksi PDIP DPR Sony Keraf bersama Soepardjo S., Heri Akhmadi, Ario Bimo, Herman Heri, dan Bambang Puryanto kepada wartawan di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Jumat (8/9).
Menurut Sony, alasan pemerintah menaikkan BBM dengan mengurangi subsidi BBM dan akan mengurangi kemiskinan ternyata tidak terbukti alias gagal, karena pengangguran terus bertambah. Untuk itu dalam sidang pembahasan kenaikan BBM nantinya PDIP akan keluar yakni walk out.
Sikap PDIP ini, diyakini Sony akan didukung oleh fraksi-fraksi besar DPR untuk menolak kenaikan BBM dimaksud. Misal, Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) dan F-PPP dan lainnya. "Bayangkan untuk subsidi kesehatan senilai Rp 3 triliun, yang direalisasikan baru Rp 300 miliar. Sehingga banyak rumah sakit yang tidak mempunyai dana dan gagal mengatasi penyakit busung lapar, gizi buruk, dan sebagainya," ungkap Sony lagi.
Sedangkan untuk anggaran pendidikan, dijelaskan Heri Akhmadi yang juga Ketua Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan, anggarannya di Jawa Timur dan Jawa Tengah baru terealisir pada akhir Agustus 2005 lalu setelah pendaftaran masuk sekolah sudah selesai.
Ditegaskannya, seharusnya awal Juli 2005 subsidi itu terealisir, tapi malah molor. Pungutan di sekolah masih banyak dan pemerintah gagal mewujudkan pendidikan gratis bagi SD/SLTP.

Mewaspadai Empat Perkara

Setiap manusia mencari kebahagiaan di dunia ini. Ada yang mencari bahagia di kantor, di sekolah, di warung kopi, di mal, di pasar, atau di mana saja. Mungkin ada yang bahagia saat membeli perhiasan baru, dan ada yang merasa bahagia ketika baru menerima gaji. Bahkan ada pula yang memiliki rasa bahagia hanya karena sepucuk surat dari orang yang tercinta.
Kebahagiaan adalah milik siapa saja, baik yang kaya maupun yang miskin, yang berpangkat ataupun tidak, yang memiliki jabatan tinggi atau rendah, yang memiliki gelar ataupun tidak, dari seorang bocah yang masih ingusan hingga yang renta. Semua berhak mendapatkan sesuatu yang bernama bahagia, karena inti kebahagiaan adalah mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Itulah bahagia.

Tetapi cobalah tengok aktifitas keseharian kita. Usai bangun tidur dan salat subuh berjamaah dengan isteri dan anak-anak, telpon mulai berdering, radio berbunyi membeberkan bursa efek dan valuta asing, sementara televisi sudah menyuguhkan berita terhangat bahkan gambar yang kadang tak layak dilihat anak-anak kita. Sementara al-Qur'an nyaris kita tinggalkan. Kita lupa terhadap perintah Rasulullah: sinarilah rumahmu dengan bacaan al-Qur'an.

Kalau hak Allah tersisihkan, kata Rasulullah, maka Allah akan menumbuhkan empat perkara. Rasulullah SAW bersabda:
Barangsiapa yang pada pagi harinya menjadikan dunia sebagai konsentrasi yang utama, dan sama sekali tidak memperhatikan hak Allah, niscaya Allah akan menumbuhkan empat perkara kepadanya. Pertama, keinginan yang tidak pernah habis-habisnya. Kedua, kesibukan yang tidak pernah terselesaikan olehnya. Ketiga, kebutuhan yang tidak berujung. Dan keempat, angan-angan yang tidak pernah tercapai. (HR Dailami)

Hal tersebut terjadi karena konsenstrasi kita belum seimbang. Ada cara yang efektif untuk menghindari dari penyakit tersebut. Ketika kita makan, seyogyanya niatkan untuk mengisi ulang energi dalam rangka beribadah kepada Allah. Manakala kita hendak bekerja, lakukan niat bahwa bekerja adalah perintah Allah yang wajib dilaksanakan untuk menafkahi isteri dan keluarga. Dengan demikian, bekerja atau aktifitas apapun untuk kepentingan keluarga dan masyarakat akan bernilai ibadah di sisi Allah swt.
"….Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat perkerjaanmu itu..." (QS 9:105)

Bekerja itu sendiri adalah nikmat Allah yang wajib disyukuri. Salah satu mensyukuri nikmat itu diaplikasikan dengan menyumbangkan sebagian kecil harta kita kepada orang yang berhak menerimanya. Dalam beberapa hadis disebutkan bahwa mendermakan harta merupakan salah satu upaya untuk membersihkan harta dari hal-hal yang mengandung syubhat, menolak malapetaka dan penyakit, serta mendatangkan rezeki yang lebih berkah disamping menggembirakan orang miskin (idkhalus suruur lil-mu'minin).
Dengan demikian keempat macam penyakit tadi dapat dihindari; segala keinginan pasti terbatas karena hanya karena Allah semata, kesibukan akan terselesaikan karena Allah senantiasa memberi inayah (pertolongan), kebutuhan akan terpenuhi karena Allah swt memberkahi, dan tentunya tidak ada angan-angan yang lebih mulia selain mengharap ridha Allah swt.