Popular Posts

Saturday

Menepis Citra 'Miring' umat ISLAM

The Islam is not the source of the terrorism, but yes its solution. Demikian banner yang dipasang besar-besar di halaman muka situs www.alfurqan.pt, sebuah situs internet Muslim yang banyak diakses warga Portugal. Situs ini memang kerap dijadikan rujukan untuk mempelajari Islam, baik bagi warga Muslim maupun non-Muslim. Sejak Tragedi 11 September, umat Muslim Portugal memang turut kena getahnya. Maklum saja, di negara ini, Islam adalah agama minoritas. Agama mayoritas di negara yang pernah berdiri khilafah Islam ini adalah Katolik Roma.
Dan sekarang, mereka kembali direpotkan dengan Tragedi Madrid, saat sebuah stasiun kereta di negera tetangganya, Spanyol, dibom, dan Muslim Maroko di sana diduga terlibat. Padahal sebelumnya, hubungan Muslim dengan warga lain sangat harmonis. Peresmian Masjid Agung Lisabon pada tanggal 29 Maret 1985 dihadiri oleh presiden Portugal, perdana menteri, diplomat dari negara-negara Islam serta pejabat sipil dan militer. Ketua Lembaga Komunitas Muslim Lisboa pada sambutannya menyatakan bahwa dengan pembangunan masjid tersebut, akan dapat memperkaya keberagaman di Portugal. "Kita sebagai minoritas Muslim di negara ini, juga bangga sebagai warganegara yang diakui keberadannya.
Dengan demikian, diharapkan bisa kian meningkatkan hubungan harmonis antarumat beragama." Masjid Lisabon ini dibangun atas bantuan dana dari sejumlah negara Islam antara lain Saudi Arabia, Kuwait, Uni Emirat Arab, Libya, Pakistan, Lebanon, Oman, Mesir, Yordania dan Iran. Kini, harmonisasi itu sedikit terusik. Bukan pembatasan-pembatasan dari pemerintah, melainkan dari sikap warga negara lainnya. Salah satu pemicu 'ketidakenakan' hubungan itu adalah headline surat kaabar The Public yang memuat tulisan Dr Miguel Sousa Tavares, cendekiawan setempat. Ia membuat analisis berjudul Islam, Terror and Lies.
Sehari setelah tulisan itu muncul, majalah muslim Al Furqan segera menanggapi dengan tanpa emosi. Isi penjelasan itu tentang inti ajaran Islam yang penuh rahmah (cinta kasih). ''Harus dilihat orang per orang, tidak bisa disebut Islam lah pelakunya (pemboman itu),'' begitu kutipan surat Mahomed Yiossuf Mohamed Adamgy, pimpinan Al Furqan, dalam surat terbukanya kepada The Public. Dan, Muslim Portugal kini bahu membahu berjuang menepis citra negatif Islam. Pesan-pesan seperti Tak Ada Satu Agamapun yang Melegalkan Terorisme, atau Islam Bukan Agama Teror banyak dipasang di masjid-masjid dan Islamic Center di sana.
Meski minoritas, namun jumlah kaum Muslim di negeri ini tidak bisa dibilang sedikit. Saat ini, jumlah mereka diperkirakan sebanyak 30 ribu orang, atau 1 persen dari jumlah penduduk. Mereka terbagi menjadi beberapa kelompok. Di antaranya berasal dari Mozambik, Afrika, Makao, pulau Goa di India, dari bagian timur Indonesia, Kenya, dan kaum muslimin yang datang dari negara-negara Arab, seperti Mesir, Maroko, Aljazair dan lainnya. Ada pula Muslim penduduk asli Portugal yang baru masuk Islam.
Menyatu sejak tahun 1968 Ghirah keislaman mulai menggeliat di Portugis sejak awal tahun 1960. Delapan tahun kemudian, 1968, berdiri sebuah lembaga Islam Portugal di Lisabon dengan nama Al-Jama'ah al-Islamiyyah Lilisybunah. Ini merupakan lembaga Islam pertama yang ada di negara tersebut. Lembaga ini menyewa sebuah apatermen yang mereka jadikan sebagai sekretariat lembaga sekaligus sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah shalat. Tahun itu pula, muncul lembaga keagamaan dan kebudayaan Islam di sejumlah wilayah Portugal. Comunidade Islamica de Lisboa (Islamic Community of Lisbon), dibentuk oleh 17 orang Muslim dengan pemimpin pertamanya adalah Suleiman Valy Mamede, sampai 1985.
Lembaga tersebut tak hanya diperuntukkan bagi umat Muslim yang memang warganegara Portugal, namun juga Muslim warganegara asing di sana. Setelah jumlah kaum muslimin yang datang dari negara-negara jajahan ke Portugal kian bertambah, maka pada tahun 1977 negara akhirnya memberikan sebidang tanah untuk kaum muslimin guna membangun masjid dan Islamic Center di Lisabon. Pada tahun 1985 telah berdiri badan pengawas dari beberapa kedutaan besar negara Islam untuk Portugal di bawah kendali kedutaan besar Maroko.
Sekarang di Portugal telah ada dua mesjid jami' dan 17 mushalla yang sebagian besar terletak di Lisabon dan empat mushalla di kota Coimbra bagian tengah Portugal, Filado Kondah di utara, Evoradi di selatan dan di Porto, kota tertua di Portugal. Di ibukota Lisabon juga terdapat sekolah Islam bernama Dar al-Ulum al-Islamiyyah yang berdiri tahun 1995. Serta di beberapa mesjid dan mushalla telah ada halaqah tahfid Alquran al-Karim dan beberapa kelas untuk mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Islam lainnya. Saat ini jumlah siswa dan siswi yang belajar di sekolah Dar al-Ulum al-Islamiyyah kurang lebih 70 pelajar dengan 7 orang tenaga pengajar.
Sekolah ini setingkat dengan sekolah menengah pertama dan menengah atas. Kaum muslimin Portugal menerbitkan pula sejumlah jurnal berbahasa Portugal dan berbahasa Arab seperti majalah Islam yang diterbitkan oleh lembaga al-Jama'ah al-Islamiyyah lilisybunah, majalah al-Qalam, dan majalah al-Nur yang diterbitkan oleh lembaga al-Jama'ah al-Islamiyyah di La Ranjiru dengan menggunakan bahasa Portugal dan terbit dua bulan sekali. Tahun 1981, majalah Islam Al-Furqan, terbit untuk pertama kali. Direkturnya adalah M Yiossuf Mohamed Adamgy.
Majalah dua bulanan tersebut merupakan salah satu majalah Islam berbahasa Portugis yang secara konsisten membela ajaran Islam. Berbagai kegiatan kerap disponsori oleh al-Furqan seperti penyelenggaraan konferensi Islam, pembuatan program televisi, penerbitan buku agama dan lain-lain. Pada tahun 1996, majalah ini sudah punya homepage di internet. Sebuah kontroversi pernah terjadi di tahun 1982 pada saat diterbitkannya Alquran terjemahan bahasa Portugis oleh Jose Pedro Machado dengan kata pengantar dari Suleiman Valy Mamede ketua Lembaga Komunitas Islam Lisbon.
Dia secara pribadi menjamin kualitas dari terjemahan tersebut. Namun pada tanggal 8 Juni 1982, majalah Al-Furqan melansir berita yang menyebutkan terjadinya kesalahan tafsir dari Alquran tadi yang sangat tidak sesuai dengan aslinya. Komisi peneliti menemukan sejumlah kejanggalan serta langsung merekomendasikan agar Alquran ini ditarik dari peredaran. Suleiman Valy Mamede dua bulan kemudian mengakui adanya beberapa kesalahan dalam penerjemahan Alquran tersebut.